Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Herdita


Sebut saja gadis yang mulai beranjak remaja ini dengan panggilan Herdita. Herdita adalah gadis berusia 16 tahunan yang berambut panjang dan bertubuh mungil. Gadis bertubuh mungil ini sedang tertimpa kesenangan rupanya. Ya tentu saja, bagaimana tidak, gadis berambut panjang ini telah memulai masa transisinya. Putih abu adalah kostum yang dia gunakan pada pagi hari untuk berangkat menuju ke sekolah barunya. SMA Nusa Bangsa, sekolah negeri favorit yang menjadi rumah kedua Herdita mulai hari ini. Herdita adalah siswi kelas X-4 di SMA Nusa Bangsa.
Gejolak semangatnya selalu membara semenjak hari pertama Herdita berseragam putih abu. Hari-harinya yang jauh lebih padat dari sebelumnya dia jalani dengan senyuman dan semangat yang membara. Tugas-tugas yang mulai bertumpuk di atas meja belajar kesayangannya selalu dia lahap habis. Keceriaannya selama di sekolah berbuah persahabatan baru yang manis.
Avina, Fardya dan Ocha adalah tiga gadis remaja yang dengan sifat brhineka tunggal ikha. Mereka adalah tiga sahabat Herdita di sekolah barunya. Mereka bersahabat sejak masa orientasi siswa baru. Dan kini mereka berada di kelas yang berbeda. Persahabatan empat gadis berusia 16 tahunan ini selalu membuat orang lain iri. Pasalnya mereka tidak pernah sekalipun terlihat cekcok dan selalu bersama-sama.

Empat bulan telah berlalu dari hari pertama Herdita bersekolah di SMA Nusa Bangsa. Selama itu telah banyak berubah Herdita.
Akhir-akhir ini Herdita lebih sering berada di luar kelasnya, bahkan saat jam pelajaran yang gurunya berhalangan hadir. Setiap kali dia selalu terlihat tengah asyik terduduk sendiri di koridor kelasnya dengan matanya yang selalu terfokus pada kelas yang tepat berada empat kelas di sebelah kanan kelasnya, X-8, sebut saja seperti itu.
Saat istirahat tiba, Herdita selalu berusaha meluangkan waktunya untuk sekedar berjalan melewati kelas itu. Dengan sedikit sikap capernya. Rupanya Herdita telah menyukai seorang lelaki yang berada di kelas X-8. Sayangnya dari ketiga sahabatnya tak ada satupun yang sekelas dengan lelaki incarannya itu.
Ocha yang berada di kelas X-9 cepat-cepat mengetahui perasaan sahabatnya itu. Dengan kecomelannya, Ocha selalu menyindir Herdita tatkala Herdita datang ke kelasnya, tepat berada di sebelah kanan lelaki yang kecengan Herdita. Spontanitas Avina dan Fardya pun akhirnya mengetahui perasaan Herdita yang semula dia bungkus rapat-rapat dalam hatinya. Dengan terbongkarnya perasaan Herdita, membuat ketiga sahabatnya satu persatu mengakui pula perasaan mereka.
Ocha si comel yang pemberani ternyata telah menyimpan hati pada lelaki bernama Raka. Lelaki berfostur tinggi dan berkulit putih itu telah disukainya semenjak Ocha bertabrakan dengan Raka di parkiran samping sekolah.
Selanjutnya Avina, gadis yang tak banyak bicara ini ternyata telah menyembunyikan perasaannya pada lelaki bertubuh besar, tapi tidak gendut, bernama Fajar. Mereka pernah berada di gugus yang sama tatkala Masa Orientasi Siswa Baru.
Terakhir adalah si kutu buku Fardya. Gadis pencinta komik ini telah terpikat oleh lelaki bernama Akbar. Lelaki bernama Akbar itu pernah membantunya membereskan buku yang terjatuh karena tersenggol olehnya saat lelaki bernama Akbar itu bermain basket di lapangan.
Lengkap sudah hari-hari mereka di masa-masa SMA. Namun nampaknya hanya Herdita yang belum mengambil langkah untuk mencari tahu identitas lelaki kecengannya itu.
Hari berganti hari, kebiasaan empat gadis bersahabat itu mulai bertambah satu yakni ngecengin cowok. Dewi fortuna sepertinya tengah hinggap di kehidupan mereka. Raka, Akbar, dan Fajar berada di satu kelas yang sama dengan lelaki kecengan Herdita. Dan ternyata mereka berempatpun bersahabat layaknya Herdita, Ocha, Avin dan Fardya.
Suatu hari, jam tangan Herdita tepat menunjukan pukul 06.45, itu artinya 15 menit lagi sekolah akan menutup gerbang utama. Saat itu Herdita masih berada di dalam metromini yang melaju dengan kecepatan sedang. Wajah paniknya mulai nampak. Sikap parnonya muncul seiring sikapnya yang selalu melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Pagi itu dia memang berangkat lebih telat dari biasanya.
Kekhawatirannya berbuah. Tak pernah terduga. Tepat pukul 07.00 Herdita baru sampai di gang sekolah yang berjarak kurang lebih 200 meter menuju gerbang utama SMA Nusa Bangsa. Tubuh mungilnya nampak ringan terapung dengan iringan kakinya yang berlari sekuat tenaga, bak metromini yang mengejar penumpang. Herdita berlari kencang tanpa memperdulikan sekitarnya. Tepat di depan gerbang utama, seorang satpam bertubuh kekar perlahan-lahan menutup gerbang utama SMA Nusa Bangsa. Herdita mulai mengeluarkan jurus rayuan disertai dengan alibi-alibi yang sengaja dibuat-buat. Wajahnya memelas. Namun usahanya nihil, Herdita tetap tidak diperbolehkan masuk dan tertahan di luar gerbang biru yang berdiri kokoh dihadapannya.
Teriknya panas matahari pagi mulai membakar kulit. Keringatnya mulai mengalir. Jari-jari mungil Herdita bergerak lincah di atas kipet phonecall-nya. Satu persatu sahabatnya dia kirimi sms untuk berbagi kekesalannya. Pesan balasan telah mengantri di inbox message-nya. Berbagai komentar terlontar dari sahabat-sahabatnya. Tak banyak yang bias dilakukannya saat itu. Hanya mematung dengan phonecallputih di tangannya.
Sudah hampir 15 menit Herdita berada di luar gerbang SMA Nusa Bangsa. Untungnya tidak hanya Herdita yang terlambat pagi itu, masih ada belasan siswa lainnya yang tertahan di balik gagahnya gerbang biru. Disertai dengan beberapa guru yang terlambat juga. Ya, SMA Nusa Bangsa memang terkenal sangat disiplin, tanpa memandang status.
Herdita nampak asyik memainkan phonecall putih bermodelkan qwerty miliknya. Dia tak sedikitpunrespect  terhadap orang-orang di sekitarnya. Sapaan ringan yang tertuju padanya, membuyarkan keasyikan yang dari tadi hanya dia nikmati sendiri. Sesosok lelaki berkulit putih dengan fostur tubuh tinggi berdiri tegak tepat di depan tubuh mungilnya. Herdita memasang senyum kecil dibibirnya dan membalas sapaan lelaki yang belum pernah ditemuinya selama empat bulan terakhir dia berada di SMA Nusa Bangsa. Lengkung garis bibir yang ditunjukan Herdita seakan tak berniat.
“ Hei, kamu Herdita kan ? anak kelas X-4 ? “ begitulah kalimat pertama yang diucapkan lelaki itu pada Herdita. Herdita mengangguk pelan dengan raut wajah yang masih kebingungan.
“ Aku Raka, anak X-8 “ sambungnya singkat dengan menampakkan senyum manisnya.
…….
Lelaki yang mengaku bernama Raka itu nampaknya mulai akrab dengan Herdita. Mereka berdua asyik mengobrol selama masa penahanan mereka.
 Pukul 07.45, satpan betubuh kekar membuka gerbang yang berdiri kaku di depan Herdita. Semua siswa mulai masuk ke dalam area sekolah. Herdita dan Raka berjalan bersama melewati deretan kelas dan ruangan-ruangan yang berbaris rapi. Obrolan pertama mereka terhenti di depan pintu kelas X-8. Raka masuk ke kelasnya dan Herdita meneruskan langkah kakinya menuju kelas X-4.
Semenjak hari perkenalan itu, Raka nampak sering mendatangi kelas Herdita saat istirahat. Atau sekedar menyapa dan lontaran senyum saat mereka berpapasan di jalan. Raka nampaknya menaruh hati pada Herdita, itu terlihat dari sikap dan perhatiannya pada Herdita. Namun Herdita tak sedikitpun menyadari hal itu.
Hari berganti hari, Raka semakin dekat dengan Herdita, bahkan sesekali Raka mengantarkan Herdita pulang dengan matic birunya.
Suatu hari, Herdita, Ocha, Avina dan Fardya berjalan bersama menuju gerbang utama untuk pulang. Mereka nampak asyik mengobrol dan bahkan sesekali terdengar tawa ngakak si kutu buku, Fardya. Setibanya di gerbang utama, Raka telah mematung di sebrang jalan dengan gagahnya dia duduk di atas matic biru.
Matanya tajam mencari mangsa. Menanti dengan sabar di bawah teriknya matahari siang yang tepat berada di atas ubun-ubun. Raut wajahnya mulai berubah ketika dia melihat Herdita dan ketiga sahabatnya berjalan semakin mendekat.
Dihidupknnya matic biru itu, lalu dijalankannya menekati Herdita dan ketiga sahabatnya. Tanpa basa-basi Raka mengajak Herdita untuk pulang bersamanya. Herdita berusaha menolak dengan lembut, sementara Raka tetap memaksa. Yang ada dalam benak Herdita saat itu adalah bagaimana dengan ketiga sahabatnya yang lain. Rasa tidak enak. Namun, akhirnya Herdita pulang bersama Raka.
Raka benar-benar sangat perhatian pada Herdita. Di saat Herdita kesusahan, Raka selalu menjadi orang pertama yang dengan sigap membantu Herdita. Apapun yang dilakukan Herdita di sekolah selalu diperhatikannya. Bahkan terkadang Raka ikut bergabung dengan sahabat-sahabat Herdita yang lain.
Seiring perhatian Raka kepadanya, Herdita justru merasa si comel Ocha menjauh darinya. Setiapkali Herdita mendekati ketiga sahabatnya, Ocha selalu menghindar dengan wajah dingin dan sejuta alibi yang mengundang tanda tanya besar dalam otaknya. Awalnya Herdita tak menjadikan hal itu sebagai masalah serius, tapi semakin seringnya Ocha bersikap dingin seperti itu membuat Herdita tak mengerti. Sms yang dikirimkannya pada Ocha tak pernah mendapat balasan, sesuai harapnnya.
Keanehan sikap Ocha tak hanya dirasakan Herdita. Avina dan Fardya pun turut merasakan hal serupa.
Selasa, Minggu kedua bulan November, Avina mandatangi Ocha di kelas X-9. Saat itu si comel Ocha tak ada di mejanya. Tanpa ragu Avina duduk di bangku Ocha dan membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja Ocha. Buku kecil dengan sampul biru, warna kesukaan Ocha, menjadi perhatiannya. Dibawanya buku kecil itu. Lalu perlahan dibukanya. Ternyata buku kecil itu adalah diary Ocha.
Saat itu dua sisi hati mulai saling beradu. Satu sisi ingin rasanya Avina membaca buku itu, disisi lain, itu adalah buku harian sahabatnya. Prevesi seorang sahabatnya yang tak boleh dia ketahui. Tapi rasa penasaran nampaknya mampu membuang jauh-jauh perasaan sisi lainnya.
Tangan kanannya mulai membuka halaman demi halaman. Matanya mulai memburu sekilas tulisan yang tersusun di atas kertas putih. Pusat perhatiannya tertuju pada catatan yang bertanggal 11 november. Dalam catatan itu tertulis semua pengaduan Ocha akan kekesalan hatinya.
 “ Aku mengerti sekarang masalahnya ! “
Kalimat itulah yang terlontar dari bibir Avina setelah puas membaca catatan Ocha yang bertanggal 11 november. Dengan sedikit tergesa-gesa Avina berjalan ke luar kelas X-9. Gadis yang tak banyak bicara itu berjarlan sangat cepat bak kereta api express. Kereta itu akhirnya terhenti tepat di depan kelas X-4. Dan tujuannya adalah Herdita. Untungnya saat itu Herdita sedang berada di koridor bersama Raka.
Avina menarik tubuh mungil Herdita ke samping kelas X-4. Disaat yang bersamaan Raka pergi meninggalkan mereka bersama Fajar, sahabatnya.
Di samping kelas X-4.
“ Kamu tahu siapa Raka ? “ kalimat itu diucapkan Avina dengan nada setengah marah. Tidak biasanya si pendiam Avina berkata dengan nada seperti itu. Belum sempat Herdita mengeluarkan sepatah katapun Avina telah memotong dengan gertakan selanjutnya. Sedikit menurunkan nada sebelumnya.
“ Kamu ingat pengakuan kita dua minggu yang lalu ? tentang perasaan kita pada seorang lelaki ? “.Hedita mengangguk dan masih terdiam. Matanya serius memandangi tingkah Avina. Wajahnya bloonnya menggambarkan keadaannya yang sama sekali tidak mengerti dengan ucapan sahabatnya itu.
Avina membalikan tubuhnya 180 derajat dari hadapan Herdita. Gadis itu menghirup napas panjang berusaha menghilangkan ketegangan.
“ Apa kamu tahu wajah semua lelaki yang disukai sahabatmu ? “ kata itu dijadikan Avina untuk membuka kembali suasana yang sempat sunyi. Tanpa suara. Hanya gelengan kepala, Herdita berjalan mendekati Avina. Berdiri mematung tepat di sebelah kanan Avina. Avina masih bungkam, tak mengerti. Lalu suasana bisu kembali.
“ Raka …… adalah …… lelaki yang disukai Ocha ! “ tegas Avina menggoyahkan suasana bisu. Raut wajah Herdita sontak berubah. Fikirannya mulai menyusun semua ingatan tentang kejadian akhir-khir ini yang menimpanya. Dan semua itu berakhir pada satu kesimpulan. Kesimpulan yang tidak hanya dia miliki melainkan Avina yang terlebih dahulu mengetahuinya. Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut Avina. Avina pergi seiring angin lalu yang tiba-tiba datang dan cepat pergi. Seolah mengusir sahabatnya, Avina.
Semenjak kejadian itu, Herdita selalu menghindar dari Raka. Berharap keadaan membalik. Persahabatan empat gadis 16 tahunan itu mulai goyah. Jarang sekali mereka terlihat bersama-sama. Selalu ada alibi yang menjadi benteng penghalang untuk kebersamaan mereka. Sikap saling menghindar terjadi antara tiga tokoh yang terlibat cinta remaja. Herdita – Raka – Ocha sebut saja merek sebagai tokoh utama cinta segitiga dalam drama cinta remaja ini.
Sikap kucing-kucingan mereka membuat Avina dan Fardya gerah.
Minggu pertama bulan desember, satu pesan masuk ke message inbox Herdita. Sebuah pesan singkat dari Fardya rupanya. Dalam pesan singkat itu Fardya meminta Herdita untuk menemuinya di taman komplek. Seperti biasanya Herdita pasti memenuhi permintaan sahabatnya, karena sifat setia kawan sejak dulu telah tertanam dalam dirinya.
Celana hitam panjang dan sweather hijau membungkus tubuh mungilnya. Rambut panjangnya hanya terikat oleh satu pita sehingga terlihat seperti ekor kuda. Nampak sederhana sekali penampilan Herdita. Setelah berpamitan kepada orang tuanya, Herdita berangkat dengan mengendarai matik hijau. Hadiah ulang tahunnya yang ke 15. Tak lupa helm SNI yang juga berwarna hijau terpasang di atas kepalanya. Benar-benar serasi penampilannya.
Kira-kira 20 menit perjalanan Herdita dari rumahnya menuju taman komplek. Diperhatikannya orang-orang sekitar, namun tak ada batang hidung si kutu buku Fardya. Dilepaskannya helm dari kepalanya, diletakannya baik-baik di matic hijaunya. Phonecall  qwerty putih yang tersimpan baik di saku celana hitamnya bernyanyi dengan orkestra yang lengkap. Ternyata sebuah sms dari Fardya. Sms itu berisi petunjuk yang harus dilakukan Herdita selanjutny. Kolam air mancur. Dengan sedikit kesal Herdita menuruti petunjuk itu. Tentunya setelah dia merasa yakin matic hijaunya berada di tempat yang aman.
Herdita berjalan santai menuju kolam air mancur yang berjarak 100 meter dari tempat asalnya berdiri.
Setibanya di kolam air mancur, tepat di kursi yang berada 1 meter dari pusat air mancur telah duduk seorang gadis seusianya. Gadis itu duduk dengan posisi membelakangi Herdita, hingga Herdita tak dapat mengenali identitas gadis itu. Herdita menerkan bahwa gadis itu adalah Fardya, sahabatnya.
Herdita mendekati gadis yang tengah terduduk santai itu, lalu disapanya tanpa ragu dengan khasnya. Namun mimiknya berubah drastis tatkala dia menyadari bahwa gadis itu bukanlah Fardya melainkan Ocha. Kedua gadis itu saling bertatapan, kaget. Spontan Ocha berdiri dari duduknya. Raut kesal mulai terlihat dari wajah cantik Ocha. Tanpa sepatah katapun Ocha melangkah meninggalkan Herdita. Dengan cepat Herdita menarik tangan Ocha hingga Ocha tertahan.
“ Tunggu !!!! “ ungkapan itu yang menyambar dari mulut Herdita.
“ Sudah cukup sikap kekanak-kanakan ini. Aku tau ini semua adalah rencana Fardya dan Avina. Mereka bosan dengan tingkahmu yang selalu menghindar saat aku mendekati kalian. Dan akupun sadar ini semua adalah kesalahanku. Raka kan ? Kamu menghindari ku karena Raka kan ? Aku benar-benar gak tau sebelumnya akan Raka, dan Avina memberi tau ku semuanya. Kalau aku tau dari awal, aku gak akan pernah dekat dengan Raka. Dan kenapa kamu gak ngasih tau aku dengan jujur kalau lelaki yang kamu sukai itu adalah Raka ? “
Susunan kalimat itulah yang keluar dari mulut Herdita yang masih mematung memgangi tangan Ocha. Tak berpindah sedikitpun. Menyakitkan, pastilah karna nada pengakua yang terngiang itu.
“ Aku minta maaf bila selam ini aku udah nyakitin hati kamu karena kedekatanku dengan Raka. Tapi seumpah, aku dan Raka hanya teman bias seperti aku dan teman lelaki lainnya. “ Tambahnya kali ini dengan disertai isakan penyesalan.
Kedua gadis itu masih mematung. Tetap pada posisiya. Tak berpindah. Suasana tak terkontrol, dan tak pernah mereka siapkan sebelumnya. Suasana itu sedikit terenyahkan oleh kedatangan seorang lelaki bertubuh tinggi, dengan kulitnya yang putih, tampak terurus.
“ Jadi ini semua gara-gara aku ! “ nada santai, tapi mampu mengubah suasana saat itu.
“ Persahabatan kalian retak gara-gara aku ? “ tambah lelaki itu semakin mendekat.
“ Raka !! “  sahut kedua gadis itu.
Herdita menghapus air matanya dengan jari jemarinya tanpa alas. Lengkap sudah semua tokoh utama dalam drama cinta segitiga ini. Mereka terdiam. Tak ada yang mengambil langkah awal. Seakan mereka menmbuat strategi. Suasana itu memaksa Ocha mengeluarkan air matanya. Rasa sesak yang dirasakannya selama ini seolah tak terbendung lagi. Ingin mencair, ingin meletus. Meledak mengalahkan keegoisan dan emosinya.
“ Ta, aku minta maaf. Aku tau gak sepantasnya aku melakukan semua ini ma kamu. Aku gak berhak tuk cemburumelihat Raka dekat dengan gadis lain. Dia berhak dekat dengan siapa aja, termasuk kamu. Karena dia memang bukan milikku. “ ucapan penyesalan itu keluar dengan tetesan air mata di pipi cabi Ocha.
Ocha memluk Herdita dengan perasaan lega. Seakan dia baru keluar dari maut. Sementara Raka mulai mengembangkan senyum manisnya, mematung melihat gadis saling merangkul. Suasana nampak mengharukan. Tapi, Raka tak ingin ikut larut dalam keharuan itu. Tidak gagah rasanya bila dia ikut menangis juga. Godaan dan lelucon yang sebenarnya garing dikeluarkan Raka, hingga membuat Herdita dan Ocha tertawa.
Dari balik pohon cemara yang berada 7 meter dari tempat mereka bertiga berdiri, muncul Avina dan Fardya dengan sorakan gembira.
 “ Ye ….. ! akhirnya kita bersatu lagi !! “ Seru Avina dengan nada gembira.
Herdita, Ocha, Avina dan Fardya saling berpelukan, seperti tokoh dalam cerita anak-anak zaman dulu, teletubies.
Semenjak hari itu, mereka berempat selalu bersama-sama lagi. Dan kali ini Raka sedikit menjaga diri dari hasratnya untuk memperlihatkan perasaannya pada Herdita. Sementara Ocha masih tetap mengagumi lelaki berkulit putih itu. Terkadang mereka berkumpul bersama dengan sahabat-sahabat Raka yang lainnya, ya kecengan Herdita and the gank  pastinya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar