Manusia mengadaptasikan dirinya dengan pangan yang ekologis sesuai dengan daerah tempat tinggalnya, baik dari segi biofisik maupun dari segi sosial budaya. Adaptasi itu terjadi secara terus-menerus sehingga terjadi pergeseran pangan manusia.
Faktor ekonomi yang mempengaruhi pola pangan manusia adalah berkaitan dengan pengeluaran nisbah energi yang berupa harga makanan. Misalnya para pegawai yang memiliki gaji rendah akan membeli makanan dengan harga yang murah. Dengan begitu mereka akan mengeluarkan sedikit biaya untuk mendapatkan kepuasan pangan secara ekonomi dan psikologi. Dengan harga yang minimum energi yang dikeluarkan akan minimum namun dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian pada manusia energi yang dikeluarkan untuk mendapatkan makanan dinamakan biaya.
Kebutuhan badaniyah sifatnya objektif. Dapat dihitung secara kuantitatif keperluan kalori, protein, mineral dan vitamin menurut jenis kelamin, umur dan jenis pekerjaan. Misalnya untuk orang yang bekerja keras membutuhkan kalori yang banyak sedangkan balita membutuhkan protein yang cukup.
Manusia dapat melakukan adaptasi terhadap kekurangan pangan sampai batas tertentu. Orang yang secara kronis kekurangan pangan dalam batas kisaran yang dapat diterima oleh tubuh, hidupnya tetap sehat dan produktif. Adaptasinya dalam bentuk tubuh yang kecil, metabolisme dasar yang rendah dan gerak tubuh yang efisien. Energi yang diperlukan kecil yaitu untuk berjalan. Memerlukan energi yang rendah untuk berdiri. Metabolisme dasar menjadi menurun. Sehingga gerak efisien terlihat saat orang berjalan. Adaptasi ini berarti manusia dapat melakukan kerja lebih banyak per kalori makanan yang dimakannya. Adaptasi lainnya yaitu dengan memilih jenis makanan. Adaptasi terhadap makanan mempunyai nilai memperbesar kementakan untuk kelangsungan hidup orang di bawah kondisi kemiskinan.
Pemenuhan kebutuhan secara psikologis sifatnya subjektif. Latar belakang sosial budaya sangat mempengaruhinya. Hal ini terlihat dari makanan khas berbagai daerah. Orang Padang senang makan pedas dan orang Yogya senang makan manis. Nilai sosial juga sangat penting. Orang terdorong untuk memakan makanan yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Misalnya orang lebih senang makan nasi dibandingkan dengan memakan makanan karbohidrat lainnya. Antara nilai sosial dan nilai hayati terdapat hubungan yang positif. Namun terkadang sebaliknya. Adaptasi terhadap status sosial yang tinggi dengan menikan konsumsi bahan makanan hewani membawa resiko. Misalnya Cocacola yang memiliki nilai sosial tinggi namun mimiliki gizi yang rendah.
Secara alamiah orang mengadaptasikan makanannya sesuai dengan kondisi ekologi tempat tinggalnya. Orang Jawa makanan pokoknya beras, orang Madura dan Nusa Tenggara Timur makanan pokoknya jagung dan orang maluku makanan pokoknya sagu. Makanan pokok itu tidak selamanya merupakan makanan asli. Misalnya jagung berasal dari Amerika Latin. Dengan adaptasi seperti ini manusia dapat memperkecil biaya untuk mendapatkan makanannya. Indonesia memiliki wilayah ekologis yang berbeda sehingga menimbulkan keragaman makanan pokok, sehingga terjadilah keanekaragaman pola makan.
Namun, telah terjadi dominasi beras yang disebabkan karena beras memiliki nilai sosial yang tinggi dan terjadinya perkembangan teknologi. Nilai sosial beras yang tinggi telah terjadi sejak lama, terbukti pada candi Borobudur terukir padi (12 abad). Nilai sosial yang tinggi berkaitan dengan nilai gizi yang baik, beras memiliki kandungan protein. Kondisi ekologi Jawa yang sesuai dengan padi, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi rendah. Nilai sosial yang tinggi mengakibatkan orang malu untuk menyuguhkan makanan selain beras kepada tamu. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk memperluas daerah produksi beras. Teknologi pemilihan tanaman didukung oleh perluasan pengairan, tersedianya dengan mudah bibit unggul dan sarana kredit, pupuk dan pestisida. Tersedianya bibit unggul, sarana kredit, pupuk dan pestisida merupakan subsidi pemerintah untuk produksi padi. Dengan adanya subsidi biaya bertani menjadi rendah. Hal ini menjadi daya tarik dibandingkan dengan menanam palawija. Dengan begitu, laju kanaikan produksi beras Indonesia menjadi tinggi.
Walaupun demikian, apabila dihitung semua biaya, termasuk biaya subsidi pemerintah, biaya produksi beras di daerah yang secara alamiah tidak cocok kondisi ekologinya untuk padi, kebutuhan energi per satuan produksi meningkat.
0 komentar:
Posting Komentar