Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Mimpi di Siang Bolong

Siang bolong, 28 Desember 2010.

Dengan rasa cemas ku baluti tubuh mungilku dengan selimut coklat.  Ku benahi bantal persegi hijauku yang bermotif bintang-bintang kuning. Tak lupa aku tempatkan guling semotif tepat di samping kananku.
Ku lihat jam dinding menunjukan pukul 12.30 WIB. Ku pejamkan mata kecilku dan berdoa pada Tuhan agar aku bisa bangun kembali dengan hati yang lebih tenang. Terhindar dari ketakutan selama ini menerpa. 

###

Langit terlihat sedikit mendung, tampak bagai suasana sore hari yang hendak turun hujan. Aku bersama teman-temanku berkumpul di depan halaman gerbang utama sekolahku. Ada banyak orang di halaman ini. Tak hanya siswa berseragam putih abu, ada juga guru yang sudah tak asing lagi ku jumpai. Tak ketinggalan beberapa satpam berseragam putih hitam. 
Saat itu suasana sangat ramai. Orang-orang nampak asyik mengobrol dengan teman sebelahnya. Saat itu aku sedang menaiki sebuah pohon yang berdiri di samping gerbang kedua. Letaknya tak cukup jauh dari gerbang utama. Tak hanya aku yang menaiki pohon rindang itu. Pohon rindang yang memiliki tinggi 2 meter itu juga dinaiki oleh sahabatku. Sebut saja Tya. Tya adalah sahabat terbaik dalam hidup ku. Tingkah kami bagai anak monyet yang baru bisa berayun di pohon. Rok abu panjang yang melekat di tubuh kami tak pernah menjadi halangan kami untuk bermain di atas pohon.
Di bawah pohon, berdiri si kurus elastis Ryan yang menyender dengan menopangkan tangan kirinya ke badan pohon. Tampak keren dengan jaket hitam dan kaca mata tebalnya serta tas yang menggantung di bahu tangan sebelahnya. Begitu santai nampaknya. Bibirnya selalu membentuk garis lengkung tipis. Wajahnya selalu mengekspresikan keceriaan. Tawa lepas bagai tak ada beban. Di depannya berdiri seorang lelaki lain yang tak ku kenal. Namun badan lelaki itu lebih kekar dari badan Ryan. 
Sesekali tangan lelaki berkacamata itu jahil. Menggodaku dengan menggoyang-goyangkan pohon. Hingga tubuhku oleng dan terjatuh. Tubuh mungilku akhirnya terlempar ke bawah pohon. Pikirku tak pernah berhenti berharap agar Tuhan memberiku sepasang sayap untukku dapat terbang. Meskipun itu hanya ada di film-film kartun atau cerita sinetron.
Mataku tertutup dengan mulutku yang terbuka dan meneriakan nada DO tinggi. Berharap tak jatuh. Atau seseorang datang untuk menyelamatkanku. Seorang pangeran berkuda putih bagai di cerita dongeng. Pikirku mulai menerjang jauh. Bahkan harapku sampai ketika aku bangun nanti berada di tempat yang paling indah. Surga. 
Ketakutanku membuyarkan segala khayalku. Mataku tetap terpejam. Tubuhku terhempas kencang dan waktu lebih cepat berlalu. Hingga ........................................................ BUK !!!!!
Akhirnya aku terjatuh. Tak sesakit yang ku banyangkan. Tubuhku telsh mendarat. Mataku mulai ku buka. Ku lihat sekitar masih tampak sama. Walau mataku masih sedikit berkunang. Ku coba mengucek-ngucek mataku untuk mencoba memperjelas penglihatanku. Penglihatanku sudah mulai cerah. Ku coba untuk meyakinkan penglihatanku. Bagai mimpi, aku melihat sosok lelaki yang selama ini aku sukai. Ya, Rudi namanya. Ku coba untuk meyakinkan diriku. Ku cubit tanganku, pipiku. Awww ... !!!! terasa sakit. Ku coba untuk mengucek-ngucek kembali mataku. Tetap tidak ada yang berubah. Bahkan lelaki yang berada di hadapanku tetap sama. Tingkah kekanak-kanakanku mulai tercium oleh lelaki tampan ini. Hingga akhirnya 
"Apa kamu tidak apa-apa?". Itulah kata-kata yang terdengar dengan jelas. Sambil tersenyum seakan membuat aku semakin menggila. Pesonanya bahkan hampir membuat aku pingsan. 
Tubuhku begitu nyaman berada di pangkuannya. Ketakutan yang sempat melanda sebelumnya seolah hilang tak bersisa. Rasanya seakan berada di durga. Aku begitu menikmati masa-masa itu. Tak memperdulikan sekitarku. Dunia seakan miliki kami berdua. Senyumku merakah. Tak sadar wajah genitku muncul ketika aku menatap wajahnya. Berharap waktu berhenti ketika aku berada di dekatnya dengan moment seperti ini. 
"Tha ... !! Ayo kita masuk, gerbang udah di buka tuh! Teriak sahabatku Tya. Sungguh sangat disesalkan. Teriakannya sungguh sangat mengganggu. Mengesalkan. 
Rudy, lelaki berjaket coklat itu menurunkan aku dari pangkuannya. Lalu dia pergi, berlari mendekati teman-temannya. Sesekali berbalik arah dan melambaikan tangannya sambil tersenyum padaku. Aku hanya mematung, masih terpesona menatap lelaki berjaket coklat itu. Mataku masih terpaku padanya. Menatapnya hingga lelaki berjaket coklat itu tak nampak lagi. 
Pikiranku masih terhipnotis oleh wajahnya. Hingga seseorang menepuk bahuku dari belakang. Menyadarkanku dari biusan wajah lelaki yang abru saja menolongku.
Kedua sahabatku, Tya dan Laras menyeretku masuk ke dalam gerbang biru menyusul orang-orang yang telah masuk lebih dulu. Tubuhku pasrah mengikuti langkah kaki. Bersama kedua sahabat, beradu canda dan tawa memasuki gerbang dengan suka cita. 


###

Beberapa langkah kaki mulai memasuki gerbang biru. Nampak sama seperti sekolahku setiap hari. Tidak ada yang aneh. Suasana itu ku rasakan hanya sampai pada lorong pertama berakhir. Lorong antara Lab Komputer dengan TPS. 
Keanehan mulai ku rasakan. Ketika kakiku mulai melangkah keluar dari lorong itu. Kurasakan keanehan pada sekolahku. Tak ada deretan kelas yang biasa ku lalui. Yang ku lalui adalah deretan rumah-rumah kumuh. Suasana terasa angker. Bulu kudukku mulai berdiri. Aku dan kedua sahabatku mulai menyusuri seisi sekolah. Berjalan terus dan berusaha mencari kelas yang kami tuju.
Keanehan semakin terasa tatkala kami mulai menginjakan kaki di sebuah tanah kosong. Mataku berburu. Kakiku berjalan dalam keraguan. Tak ada seorangpun yang aku lihat selain kedua sahabatku. Ketakutan mulai merasuki. Namun kaki tetap menjelajahi rasa takut yang merasuk.
Ku lihat ada seorang nenek tua renta yang berjalan dengan ketiga kakinya. Tubuhnya bongkok, menyuratkan usianya yang telah lapuk. Pakaiannya sederhana dan kumal. Di punggungnya terbalut kain batik yang mengikat keranjang bambu. Pedagang jamu, begitulah kesan pertamaku. Tapi, sepertinya bukan. 
Ku tinggalkan teka-teki yang sempat terjadi dalam benakku. Aku bersama kedau sahabatku menyapa nenek tua itu. Nada takut tak dapat kami sembunyikan. Namun wanita tua itu tak sedikitpun menoleh ke arah kami. Belum selesai kami bertanya, nenek dengan suara tajamnya menjawab 
"Sekolah kalian ada di atas sana. Kalian hanya perlu menaiki beberapa tangga untuk sampai ke sana".
Kaki ketiga nenek itu menunjuk tempat yang dimasudnya. Tempat yang terjal dan tinggi. Seperti bangunan yang hendak runtuh. Pying-puing berserakan. Ku sudahi pandanganku pada tempat aneh itu. Ku alihkan pandanganku pada nenek  penunjuk jalan. Sontak saat itu si nenek sudah tak ada di tempatnya. Tanpa pamit dan tanpa permisi dia berjalan meninggalkan kami.
Kedua sahabatku tampak kegirangan setelah mengetahui jalan menuju tempat yang kami tuju. Tingkah mereka tampak kegirangan, melompat-lompat sambil berpegangan tangan. AKu hanya tersenyum setengah hati. Firasatku mulai sedikit tidak enak. Ku perhatikan si nenek telah menghilang ditelan rumah-rumah reyot. Rumah-rumah yang nampak tak berpenghuni. Terlihat jelas bahwa perkampungan ini sudah lama tak berpenghuni. Rasa penasaranku akan tempat ini semakin bertambah. Pertanyaan yang mulai timbul adalah "Kemana teman-temanku?" Dan "Kemana Rudy, lelaki penolongku?".
"Tha,... Ayo !!!!" Teriak Tya memecahkan lamunanku.
Kedua sahabtku menarik tanganku. Mereka tak sabar ingin segera keluar dari tempat aneh yang saat ini kami pijak. Kami mulai menaiki tangga, satu demi satu langkah. Seperti yang diberitahukan oleh si nenek. 
Suasana nampak semakin aneh dan mistis. Tempat ini jauh lebih menyeramkan jika dibandingkan dengan tempat sebelumnya. Seperti tempat kuno yang hendak runtuh. Reruntuhan batu berserakan di sepanjang sudut jalan. Tempat yang berada di atas awan, begitulah kesan pertamaku. Seram. itulah yang dapat aku katakan untuk mendeksripsikan tempat ini. Kami mulai merasakan ketakutan yang bertambah. Kami memutuskan untuk terus berjalan keluar dari tempat aneh ini. Tya tampak kesal. Sambil mengomel
"Aku bersumpah tidak akan pernah percaya lagi kepada orang yang ada di tempat ini". "Setan ...!!!" Itulah satu kata yang mewakili kekesalan Laras. Dan aku hanya mencoba untuk tenang. 
Di tengah perjalanan. Kami temui sesosok hantu wanita. Rambutnya terurai panjang menutupi dadanya. Wajahnya pucat pasi. Sangat putih, matanya menyeramkan. Lingkaran bola matanya kecil. Tubuhnya yang tak dibalut dengan kain putih, tampak miring. Dan giginya tak bertaring. Meskipun begitu tetap saja tampak menakutkan. Melayang, melayang dengan mulut terbuka seperti hendak melahap kami. Kami berlari mencoba menyelamatkan diri. Hingga kami berpencar saling berpisah. 
Aku berlari sekuat tenaga. Mencari tempat aman. Tidak, setidaknya aku aman dari kejaran hantu wanita itu. Setelah aku merasa wanita itu tidak mengejarku, Aku berhenti. Napasku mulai tidak karuan. Tubuhku bergemetar. Aku berusaha mengatur napasku. Ku rebahkan tubuhku ke dinding batu. Ku rasakan keringat dingin mengalir di punggungku. Kini aku benar-benar sendirian. Kedua sahabatku kini tak ada di sampingku. Kejadian ini benar-benar telah membuatku gila. 
Setelah aku yakin, ku mulai melajutkan perjalananku lagi. Ku lewati tangga-tangga batu seperti sebelumnya. Kali ini langkah kakiku sedikit ku percepat. Sedikit berlari. DI tempat itu, kudapati dua orang gadis seusiaku. Salah satunya adalah Ristantia, teman satu kelasku di kelas X. Satu lainnya aku tak kenal.
Kali ini perjalananku bersama mereka, Ristantia dan temannya. Kami berusaha keluar dari tempat aneh ini. Yang selalu kami temui di tempat ini adalah tangga-tangga batu. Untuk kesekian kalinya, kami menaiki tangga-tangga batu itu. Sampai sejauh tangga kami lelui tetap tak ada jalan untuk keluar. Aku mulai putus asa, aku terus berlari berharap akan ada seseorang yang mampu menolongku. Kami terus berlari. Tak kami temukan apapun. Kecuali seorang wanita. Lagi-lagi wanita berambut panjang, berbaju biru. Firasatku mengatakan wanita ini sama seperti wanita yang ku temui sebelumnya. Aku yakin dia adalah hantu wanita. Sosok yang aku temui bersama Tya dan laras. Tanpa berfikir panjang akupun terus berlari. Aku terus berlari mencari jalan keluar. Wanita itu mencoba untuk mengejar aku, Ristantia dan temannya.
Aku tak tau harus berlari kemana. Di depanku ada sebuah tumpukan batu yang tinggi. Aku berlari dan menaiki batu itu dengan penuh rasa takut. langkah kakiku terburu-buru. Tak perduli dengan apapun yang ada di sekitarku. Ku coba lihat ke belakang. Hantu wanita itu masih saja mengejarku. 
Aku berlari lebih kencang. dan 
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa .................................aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, BUUUK !!!!!"

###

Tubuhku terjatuh dari atas ranjangkayu setinggi 20 cm. Badanku terasa sakit. Remuk seperti terjatuh dari tebing saja. Ada tonjolan kecil di keningku. Tonjolan hasil ciuman dengan lemari coklat tua yang mematung. Bibirku memar tergigit oleh gigiku bak menyantap telor mata sapi di pagi hari. 
Kepalku sedikit pusing. Ku coba untuk mengangkat tubuhku. Tanganku meraba ranjang untuk berpegangan agar aku dapat berdiri. Ku rilex-kan tubuhku di atas kasur. Ku dekatkan wajahku ke hadapan cermin. Ku perhatikan wajahku baik-baik. Ku raba kening dan bibirku yang benjol. Sambil kulengkungkan bibirku. Hanya mampu tersenyum dan bergumam dalam hati. 
"TERNYATA CUMA MIMPI....................."

Di tulis pada tanggal 29-30 Desember 2010

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar