Ibu, begitulah aku memanggil wanita paruh baya itu setiap hari. Saat aku mulai lalai di pagi hari, dialah yang mengetuk pintu dengan teriakan khasnya. Terdengar melengkin memang. Hampir sejauh 100 meter terdengar teriakannya. namun itulah Ibuku, wanita yang telah mengandungku selama sembilan bulan lamanya.
Teriakannya di pagi hari tidak hanya dialamatkan untukku, melainkan untuk kedua adik lelakiku dan termasuk untuk lelaki penyabar yang telah mendampingi hidupnya selama kurang lebuh dua puluh tahun.
Mungkin untuk sebagian orang, termasuk aku tidak akan tahan dengan kebawelan wanita berkepala empat ini. Terkadang sifat keras yang diturunkannya padaku menjadi perisai untukku terlibat langsung dengan ocehannya. Sikap kerasnya serupa dengan harimau lapar, tapi itulah yang membuatku menjadi seperti ini. Meskipun tindakannya seperti hendak melahap ku dan kedua adikku, tapi itu semua adalah yang terbaik untuk kami. Dan aku sadar betul akan hal itu.
Dalam kehidupan keluargaku seakan terbalik. Ayah yang penyabar kalah jauh oleh sikap keras Ibu, bahkan seluruh aspek kehidupan rumah mampu dikuasainya. Sikap keras dan disiplin penuh tanggung jawabnya selalu dia terapkan dalam mendidik anak-anaknya. Terkadang sikapnya sangat dingin. Lalu seketika berubah berkobar-kobar bagai api yang disiram bensin. Suasana itu selalu terjadi saat aku dan kedua adikku tak menghiraukan nasihatnya, atau karna suatu kesalahan telah kami lakukan dengan ataupun tanpa disengaja.
Teliti adalah sisi lain dari wanita yang ku panggil Ibu ini. Dalam segala hal tentunya penerapan teliti ini bahkan hal yang sangat sepele sekalipun.
Mataku sering kali menemukan adegan saat Ibuku kesal dengan kenakalan kedua adik lelakiku. Sakit, ingin ku jewer telinga mereka. Tapi kemarahan dan kekesalan Ibuku lebih tinggi levelnya. Satu salah, semua kena imbasnya. Itulah reaksi yang selalu dikeluarkan Ibuku saat kemarahannya telah sampai di ubun-ubun.
Di luar rumah, Ibuku adalah wanita yang ramah dan mudah bergaul meskipun masih didominasi oleh sifat cerewetnya. Iri terkadang. Sifat Ibuku bagai bunglon yang berubah sesuai lingkungn dimana dia berada.
Satu hal yang membuatku sangat yakin. Dari setiap sikap dan sifat Ibuku terselip harapan dalam hatinya. Agar ketiga anaknya bisa menjadi orang yang lebih baik darinya. Dan semua sikapnya itu adalah bentuk perwujudan perhatiannya untuk kami secara tersirat. Selamanya aku akan selalu menyayangimu, Ibu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita ini adalah cerita yang dibuat untuk nilai ulangan ke-tiga Bahasa Indonesia kelas 12 (3 SMA). dengan bahasan cerita pendek pada tanggal 30 november 2010.
0 komentar:
Posting Komentar