Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Ayah


cerita yang dibuat ketika guru bahasa INDONESIA memberikan tugas dan menampilkannya di depan kelas ... pengalaman yang takan terlupakan di masa-masa kelas 12 alias kelas 3 SMA.
cerita ini saya persembahkan untuk ayah saya tercinta.


         “Ayah” begitulah aku memanggilnya. Sosok lelaki berkumis yang hidup dalam kesederhanaan ini adalah tulang punggung keluarga kami. Usianya yang sudah berkepala empat tak urung memudarkan semangat kerjanya. Keringat dan peluhnya dia persembahkan demi rupiah-rupiah yang tak begitu banyak untuk ukuran zaman sekarang ini.
          Hanya sedikit yang terluang dari dunia tuanya. Pagi, siang, dan malam saling berganti menjadi saksi mata kerja kerasnya. Tujuh jam lebih dia habiskan bersama gemuruh ultrasonic mesin-mesin di hadapannya. Hingga ia harus mendapatkan satu dari telinganya tak mendengar dengan normal. Sepeda kecila berwarna hitam adalah teman baginya untuk pulang pergi mencari rupiah.

          Panas, hujan, banjir tak dijadikannya sebagai penghalang. Rasa malas nampaknya sudah tak ada lagi di dalam dirinya. Semua itu tak terbesit dalam benaknya sebuah balasan dari kami, keluarganya. Yang dia inginkan bisa melihat ketiga anaknya sukses, tidak seperti dirinya yang hanya menjadi seorang buruh pabrik, itulah yang selalu diucapkannya padaku dan kedua adik lelakiku.

          Tak pernah ada kemarahan dalam setiap kesalahan yang kami lakuakan. Hanya belayan jemari tangan kekarnya yang hinggap di atas kepala kami. Dengan senyuman penuh cinta dia peringati kami untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Sikap sabar penuh kasihnyalah yang selalu kami rindukan saat dia berada jauh.

          Saat kami mulai saling cakar dengan kemarahan, dialah yang melerai kami dengan penuh rasa sabar. Perhatiannya pada kami, anaknya selalu terfokus pada perkembangan pendidikan kami. Kerja kerasnya selama ini dia persembahkan untuk ku da kedua adikku agar kami dapat bersekolah dengan tinggi.

          Setiap kali dia pulang dari kerjanya, tak pernah sedikitpun terngiang keluhan dari bibir tebalnya. Dengan rapih dia sembunyikan keluhannya dibalik raut wajahnya yang mengkerut. Sikap patuh dan taátnya terhadap sang Pencipta selalu aku jadikan tauladan dalam hidupku.

          Kebahagiaan yang bisa menghilangkan rasa capeknya ketika pulang kerja bukanlah saat Ibuku menyiapkan makanan enak. Melainkan ketika dia bisa melihat anaknya belajar dengan rajin dan shalat tepat pada waktunya.

          Dalam setiap doáku selalu ku panjatkan untuknya semua kebaikan. Aku bertekad suatu saat nanti akan ku balas keringat yang dia kucurkan untuk kami, keluarganya. Selamanya aku sayang dia, ayahku tercinta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar