Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Makalah Profesi Kependidikan

PENTINGNYA ETIKA PROFESI

         I.          Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Untuk itu perlu kiranya bagi kita mengetahui tentang pengertian etika serta macam-macam etika dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Etika ( Etik )
a.    Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan.
b.    Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
c.    Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini.
d.   Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
e.    Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
f.     ETIKA, berasal dari kata ethos, salahsatu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas bidang etika yaitu, tentang:
- nilai keutamaan dan bidang estetika
- nilai-nilai keindahan,
- pemilihan nilai-nilai kebaikan.
g.    ethics (Inggris) adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat.
a)    Pilihan apa yang baik
b)   Apa yang buruk,
c)    Segala ucapan senantiasa harus berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan tentang perikeadaan hidup dalam arti yang seluas-luasnya.
Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim. Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :
a.     Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
b.    Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk : petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
c.      Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
d.     Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
e.      Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Dan yang kedua adalah Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

Tujuan Mempelajari Etika
Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Pengertian Baik : Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif). Pengertian Buruk : Segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku


      II.          Pengertian Profesi
Istilah “profesi” sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada “guru” karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian “profesi” dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
 Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah “profesi” yaitu istilah professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara tepat, berikut ini akan diberikan pengkelasan singkat mengeni pengertian istilah-istilah tersebut.
 “Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan “guru professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan “profesional’’ didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: “professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain”.
 “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna proesional.
 “Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu “keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
 “Profesionalisasi” adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

   III.          Kode Etik Profesi
Salah satu ciri profesi adalah kontrol yang ketat atas para anggotanya, ada dan diakui masyarakat karena usaha dari para anggotanya untuk menghimpun diri dalam wadah organisasi. Melalui organisasi, profesi dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan yang dapat membahayakan keutuhan profesi itu. Maka kode etikpun disusun dan disepakati oleh para anggotanya.
Istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral ataupun akhlak. Etik berasal dari kata ethos, yang berarti watak. Sementara adab adalah keluhuran budi, yang berarti menimbulkan kehalusan budi atau kesusilaan baik batin maupun lahir. Dari pengertian ini, diharapkan dalam jiwa seseorang terdapat watak dan keluhuran budi yang selalu menyinari para peserta didik, menjadi tauladan bagi kolega atau sejawat, serta menjadi panutan masyarakat luas.

Pengertian Kode Etik
a.    Menurut UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Pasal 28 UU ini menjelaskan bahwa ”PNS mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatandi dalam dan di luar kedinasan”. Dengan adanya ini PNS mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
b.    Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa kode etik merupakan norma-norma yang berisi petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksnakan oleh mereka dalam tugas dan pergaulan sehari-hari.

Maksud, Tujuan dan Fungsi Kode Etik
Maksud dari kode etik guru adalah norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antar guru dan lembaga pendidikan (sekolah); sesama guru; guru dan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya.
Secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1979):
a.     Untuk menjunjung tinggi profesi
b.    Untuk menjaga dan memelihara keseahteraan bagi para anggotanya
c.     Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d.    Untuk meningkatkan mutu profesi
e.     Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Fungsi adanya kode etik adalah untuk menjaga kredibilitas dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran terhadap tugas dan kewajiban. Diberlakukannya kode etik juga untuk menambah kewibawaan dan memelihara image citra profesi guru tetap baik. Kode etik mengatur tentang apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya.

Penetapan Kode Etik dan Sanksi Pelanggaran
Penetapan kode etik lazim dilakukan pada kongres organisasi profesi yang telah diatur dalam AD/ART. Dengan demikian penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh oring-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dari organisasi tersebut.
Pada organisasi asosiasi professional biasanya terdapat suatu Dewan atau Majelis Kode Etik yang mempunyai tugas untuk bertindak sebagai penegaknya sehinga kode etik tersebut berlku secara efektif dengan kekuatan hukumnya.
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Bagi yang melanggar akan mendapatkan celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.

Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertangung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar berikut :
a.       Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c.       Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.       Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meingkatkan mutu dan martabat profesinya.
g.      Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, kesetiakawanan social.
h.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i.        Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

   IV.          Nilai Estetika Pendidikan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan estetika adalah suatu keindahan yang nampak.
Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :
a.       Seni bagaimana penembusan terhadap realitas, selain pengalaman.
b.      Seni sebagai alat kesenangan.
c.       Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendiidkan hendaknya nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan, yakni dengan menggunakan estetika moral, dimana setiap persoalan pendiidkan islam dilihat dari perspektif yang mengikutsertakan kepentingan masing-masing pinak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan islam)
 Ilmu pengetahuan akan mudah didapat apabila pendidik menerapkan estetika dalam pembelajaran.
a.       Seni sebagai penembusan terhadap realitas
Merupakan suatu kenyataan (fakta) seringkali seni ditampilkan sesuai dengan keadaan setempat. Contoh : pendidik memperagakan cara membersihkan lantai dengan benar, karena pada kenyataannya lantai memang harus selalu dibersihkan.
b.      Seni sebagai alat kesenangan
Seni dikatakan sebagai alat untuk menyalurkan sebuah kesenangan manusia tatkala manusia sedang januh / bosan pada suatu hal, ataupun pada kehidupannya. Pengekspresian seni ini bisa dicontohkan dengan bernyanyi ataupun yang lainnya.
c.       Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman
Ekspresi seni dapat pula ditampilkan oleh seorang pendidik ketika pembelajaran berlangsung sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh pendidik tersebut.

Pragmatisme dan kekerasan kaum terdidik
a.                   Pergeseran paradigma pendidikan tak semuanya membawa keuntungan. Selalu ada kelemahan, selalu ada celah kekurangan. Semula kita menganut paham bahwa pendidikan untuk membentuk karakter budi pekerti anak didik, namun pada gilirannya kemudian kita menganut paham pendidikan untuk melakukan transfer pengetahuan pada siswa. Kini kita sepaham, pendidikan diarahkan demi pemberdayaan siswa. Akan tetapi, mengapa kekerasan dan dehumanisasi justru kian mengeras, merasuki kehidupan geng remaja yang terselubung organisasi? 
Bersamaan dengan gairah mencapai mutu pendidikan, kita mengadopsi Total Quality Management, yang dicangkok dari dunia industri. Kesalahan itu terjadi ketika kita menjadi pragmatis, bahkan sangat pragmatis, untuk mencapai mutu pendidikan yang mengutamakan kepuasan ”pelanggan” (siswa, orang tua siswa, dan masyarakat).
Siswa dinyatakan lulus dan berprestasi dengan standar angkaangka UN. Siswa melanjutkan pendidikan ditentukan pula dengan angkaangka UN dan kemampuan menanggung biaya pendidikan.
Tak ada lagi pembinaan budi pekerti. Tak ada lagi pembinaan moralitas. Tak ada lagi religiusitas. Lenyap sudah eksistensi para siswa sebagai manusia berbudaya. Bahkan, penalaran, sikap kritis, humanisme, lenyap dibentak ke bawah telapak kaki. Terjadilah kejutan-kejutan penyimpangan yang dilakukan kaum terdidik, di antaranya kekerasan geng yang dilakukan para siswa. Betapa tak berdaya moralitas guru, orang tua, dan masyarakat.
b.                   Kekerasan yang dilakukan kaum terdidik terhadap yuniornya demi tuntutan eksistensialisme remaja, menandai krisis jati diri dan moralitas, terselubung mata rantai geng yang merasuk antargenerasi. Ini buah kegagalan pendidikan keluarga dan masyarakat, yang mencorengkan aib di lingkungan sekolah. Apalagi kini dunia pendidikan kita telah terjebak pada paham pragmatisme itu ketika mengutamakan hasil (angka UN) yang diraih dengan jalan pintas (drill), dan bukan pemberdayaan nilai-nilai dan pengetahuan dalam penerapan kehidupan sehari-hari untuk menghadapi arus kuat goncangan kebudayaan di masa sekarang dan yang akan datang.
Memang banyak hal yang dianjurkan Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan yang tak berbasis pragmatisme. Banyak di antara prinsip TQM selaras dengan kehendak kita melakukan pemberdayaan para siswa.
c.                   Prinsip kaizen adalah perbaikan sedikit demi sedikit (step by step improvement), membangun kesuksesan dan kepercayaan diri siswa dan mengembangkan dasar peningkatan selanjutnya.
Prinsip kaizen ini diinggkari dunia pendidikan kita. Tergoda kita untuk melakukan lompatan-lompatan besar, melupakan perkembangan proses demi proses. Kita lebih suka perubahan berskala besar yang pragmatis: penerapan kurikulum baru, memacu pembelajaran berskala global (imersi), membuka kelas akselerasi, dan pengadaan sarana-prasarana yang dibebankan para orangtua siswa melalui sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Keunggulan kaum terdidik diarahkan pada pencapaian angka-angka kelulusan UN. Begitu mudah kita mengidentifikasi kesuksesan pendidikan dengan angka-angka UN. Bukan dengan perubahan kultur. Bukan dengan religiuasitas. Bukan dengan humanisme. Bukan dengan budi pekerti. Estetika dan etika telah jauh dicampakkan di bawah telapak kaki para siswa.
Penganiayaan senior terhadap yuniornya dalam geng-geng remaja belakangan ini menampakkan betapa para siswa tidak memiliki kebajikan. Bahkan, mungkin, mengalami kepribadian terbelah (split personality), yang menampakkan kealiman di sekolah, tetapi melakukan kekerasan di gengnya untuk menemukan krisis eksistensial.
Penyimpangan terhadap kebanggaan identitas diri yang menyeret para siswa melakukan kekerasan dan militerisme, demi ”ketangguhan”, menampakkan kebanggaan semu.
Mengapa sekolah-skeolah kita tidak menyempurnakan proses pendidikan sebagai charakter building, dan bukan sekadar transfer of knowledge? Sekolah-sekolah kita, dalam siasat mencapai kelulusan UN dengan angka yang tinggi, melakukan drill yang jauh lebih buruk dari proses transfer of knoowledge.
Tidakkah kita terketuk untuk memulai kembali pendidikan dengan semangat kecintaan, saling menghormati, saling menyayangi, dan saling asah-asuh? Tidakkah kita ingin mengembalikan pendidikan sebagai proses pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan nilai-nilai? 
Sudah mendesak, bagi kita sekarang, untuk melakukan pendidikan karakter melalui estetika (sastra, seni) dan etika (akhlak, moral, budi pekerti). Jadikan kedua unsur ini sebagai kriteria kenaikan kelas atau kelulusan. Atau, kalau memang kita ingin melakukan pendidikan karakter, belum terlambat untuk mematok kriteria kelulusan UN dengan estetika, etika, dan logika.
Jelas, untuk melakukan penilaian ini, guru yang bersangkutanlah yang memiliki peran, karena memahami perkembangan siswa secara langsung. Bukan negara yang merampas hak untuk menguji dan meluluskan siswa.
Mestinya guru menjadi model dan teladan bagi pembentukan pendidikan karakter. Para siswa yang unggul dalam estetika dan etika, mendapat penghargaan dan menjadi teladan bagai siswa yang lain. Selama ini kita selalu memuja pada prestasi sains, dan mengabaikan pencapaian-pencapaian prestasi estetika dan etika.
Segala upaya untuk mencapai prestasi sains selalu dianggap sebagai unggulan, sementara estetika dan etika dicampakkan.
d.                  Atmosfer pendidikan karakter yang merasuk dalam keseharian interaksi guru-siswa, tentu akan membalikkan krisis pekerti dan spiritualisme. Pragmatisme yang diterapkan para manajer pendidikan, sekilas memang mencapai prestasi sebagaimana yang diharapkan pemerintah, tetapi sungguh akan merusak karakter bangsa. Kita membentuk karakter manusia yang menyukai jalan pintas, keuntungan - keuntungan yang bersifat sementara, tanpa peduli dengan penderitaan orang lain. Terjadilah dehumanisasi kaum terdidik.
Sebagaimana Sokrates, mestinya guru membela ajaran ”yang benar” dan ”yang baik” sebagai nilai-nilai objektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Jangan dibiarkan anak didik mengembangkan pengalaman - pengalamannya sendiri yang menyimpang adri etika dan humanisme.
Jadikanlah sekolah sebagai proses pembudayaan (enkulturisasi) peserta didik. Dengan demikian, mereka menjadi manusia yang memiliki keadaban (civility) yang mengembangkan kecerdasan sosial, spiritual dan moral.
Kekuatan pembelajaran etika dan estetika akan mengembalikan para siswa menjadi manusia yang memiliki nilai humanisme dan cita rasa keindahan, yang biasanya dekat dengan pencerahan jiwa.
Ini mencegah kebrutalan. Menjauhkan para siswa dari perilaku sadis dan meretas ikatan-ikatan jaringan geng yang terselubung dalam dunia pendidikan.

      V.          Profesi Kependidikan
Pengantar Profesi
Pada hakikatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi perbedaan itu sendiri. (Chandler, 1960). Chandler menjelaskan ciri dari suatu profesi yang dikutipnya dari British Institute of Management yaitu sebagai berikut:
Suatu profesi menunjukkan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi. Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi. Praktek profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus. Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memiliki keaktifan intelektual. Hak untuk memiliki standar kualifikasi profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi. Sedangkan menurut Lieberman, ciri suatu profesi itu adalah sebagai berikut:
  1. Suatu profesi menampakkan diri dalam bentuk layanan sosial. [mengutamakan tugas layanan sosial lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri].
  2. Suatu profesi diperoleh atas dasar sejumlah pengetahuan yang sistematis.
  3. Suatu profesi membutuhkan jangka waktu panjang untuk dididik dan dilatih.
  4. Suatu profesi memiliki ciri bahwa seseorang itu punya otonomi yang tinggi. Maksudnya, orang itu memiliki kebebasan akademis di dalam mengungkapkan kernampuan atau keahliannya itu.
  5. Suatu profesi mempunyai kode etik tertentu.
  6. Suatu profesi umumnya juga ditandai oleh adanya pertumbuhan dalam jabatan. Dari kedua pendapat di atas nampaknya berlaku dalam bidang management dan bisnis.
Namun berdasrkan dari ciri – ciri diatas, Chandler mencoba menerapkan ciri – ciri profesi tersebut kedalam bidang pendidikan. karena menurut pendapatnya guru merupakan suatu profesi yang memiliki.ciri sebagai berikut:
  1. Mengutamakan layanan sosial, lebih dari kepentingan pribadi. Memiliki status yang tinggi.
  2. Memiliki pengetahuan yang khusus.
  3. Memiliki kegiatan intelektual.
  4. Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional.
  5. Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.
Juga Robert Richey [1962] mengernukakan ciri – ciri guru sebagai suatu profesi, yaitu sebagai berikut:
  1. Adanya komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri.
  2. Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu.
  3. Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya.
  4. Memiliki kode etik jabatan.
  5. Memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi.
  6. Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahliannya yang ditekuni.
  7. Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
  8. Jabatan itu dipandang sebagai suatu karier hidup.
 Seorang guru yang sungguh merasa terpanggil akan memandang jabatannya itu sebagai suatu karier dan telah menyatu dalam jabatannya. Ia punya komitmen dan kepedulian yang tinggi terhadap jabatan itu, punya rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi karena tugas itu telah menyatu dengan dirinya.
Seoarng ahli sosiolog pendidikan, Eric Hoyle [1971, 80 : 85] dalam bukunya The Role of The Teacher mengemukakan ciri – ciri guru sebagai suatu profesi sebagai berikut:
  1. Lebih mengutamakan tugasnya sebagai suatu layanan sosial.
  2. Suatu profesi dilandasi dengan memiliki sejumlah pengetahuan yang sistematis.
  3. Suatu profesi punya otonomi yang tinggi. Artinya, orang itu akan memiliki kebebasan yang besar dalam melakukan tugasnya karena merasa punya tanggung jawab moral yang tinggi.
  4. Suatu profesi dikatakan punya otonom kalau orang itu dapat mengatur sendiri atas tanggung jawabnya sendiri.
  5. Suatu profesi punya kode etik.
  6. Suatu profesi pada umumnya mengalami pertumbuhan terus menerus.

Profesional Guru
Pada umumnya orang memberi arti yang sempit terhadap pengertian profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan guru profesional bila guru tersebut memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Padahal pengertian profesional tidak sesempit itu, namun pengertiannya harus dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu : expert (ahli), responsibility (rasa tanggung jawab) baik tanggung jawab intelektual maupun moral, dan memiliki rasa kesejawatan.
 1.      Expert (Ahli)
Pengertian ahli disini dapat diartikan sebagai ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru bisa disebut ahlinya apabila tidak hanya menguasai isi pengajaran yang diajarkan saja, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan dan mampu menyampaikan pesan-pesan didik. Mengajar adalah sarana untuk mendidik, untuk menyampaikan pesan pesan didik. Guru yang ahli memilki pengetahuan tentang cara mengajar, juga keterampilan dan mengerti bahwa mengajar adalah juga suatu seni. Didalam prosesnya kita harus ingat bahwa siswa bukanlah sebuah manusia tetapi merupakan seorang manusia, pengetahuan yang diberikan padanya merupakan bahan untuk membentuk pribadi yang utuh [holistik], membentuk konsep berpikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam. Oleh sebab itu guru tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan terampil saja tetapi harus memiliki seni mengajar. Jadi kesimpulannya guru yang ahli itu disamping memiliki ilmu dan terampil dibidangnya, juga harus memiliki seni mengajar. sehingga dalam proses belajar mengajar mampu menciptakan situasi belaj’ar yang mengandung makna relasi interpersonal sehingga siswa merasa “diorangkan”, memiliki jati dirinya.
 2.      Responsibility
Pengertian bertanggung jawab menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung jawaban dan beresedia untuk diminta pertanggung jawaban. Tanggung jawab juga mengandung makna sosial, artinya orang yang bertanggung jawab harus mampu memberi pertanggung jawaban terhadap orang lain. Tanggung jawab juga mengandung makna etis artinya tanggung jawab itu merupakan perbuatan yang baik. Dan tanggung jawab juga mengandung makna religius, artinya ia juga harus punya rasa tanggung jawab tehadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. la menguasai apa yang diajarkannya dan bertanggung jawab atas semua yang disampaikan dan bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
 3.      Sense of Belonging/Colleague
Salah satu tugas dari organisasi profesi adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Melalu organisasi profesi diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps dikembangkan agar harkat martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Jadi seseorang bisa disebut sebagai profesional apabila tidak hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis namun harus ahli dibidangnya [expert], memiliki rasa tanggung jawab [responsibility] baik dalam tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.

Kualifikasi Guru
Guru yang profesional mempunyai kualifikasi tertentu. Ada dua kualifikasi guru professional yaitu kualifikasi personal dan kualifikasi profesional.
1.  Kualifikasi Personal
Ada berbagai ungkapan untuk melukiskan kualifikasi personal guru diantaranya :
a.       Guru yang baik Baik disini dalam artian mempunyai sifat moral yang baik seperti ; jujur, setia, sabar, betanggung jawab, tegas, luwes, ramah, konsisten, berinisiatif dan berwibawa. Jadi guru yang baik itu bila dilengkapi oleh sifat – sifat yang disebutkan di atas.
b.      Guru yang berhasil Seorang guru dikatakan berhasil apabila ia di dalam mengajar dapat menunjukan kemampuannya sehingga tujuan – tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai oleh peserta didik.
c.       Guru yang efektif. Yang dimaksud dengan guru yang efektif yaitu apabila ia dapat mendayagunakan waktu dan tenaga yang sedikit tetapi dapat mencapai hasil yang banyak. Berarti guru yang pandai menggunakan strategi mengajar dan mampu menerapkan metode – metode mengajar secara berdaya guna dan berhasil guna akan disebut sebagai guru yang efektif.
2.  Kualifikasi Profesional
Yang dimaksud dengan kualifikasi profesional yaitu kemampuan melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.

Tugas Guru
Dalam konsep pendidikan guru, LPTK menegaskan bahwa tugas guru meliputi tugas personal, tugas sosial dan tugas profesional, dengan demikian komponen yang dipersyaratkan juga menyangkut kompentensi personal, kompentensi sosial, dan kompentensi profesional. Dalam bahasan ini kita bahas ketiga tugas guru tersebut.
1. Tugas Personal
Tugas pribadi ini menyangkut pribadi guru, itulah sebabnya setiap guru perlu menatap dirinya dan memaharni konsep dirinya. Guru itu digugu dan ditiru. Dalam bukunya Student teacher in Action, P Wiggens menulis tentang potret diri sebagai pendidik, la menuliskan bahwa seorang guru harus mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi tiga pribadi yaitu :
  1. Saya dengan konsep diri saya (self Concept).
  2. Saya dengan ide diri saya (self Idea).
  3. Saya dengan realita diri saya (self Reality).
Setelah mengajar guru perlu mengadakan refleksi didik. la bertanya pada diri sendiri, apakah ada hasil yang diperoleh dari hasil didiknya? atau selesai mengajar ia bertanya pada dirinya sendiri apakah siswa mengerti apa yang telah dia ajarkan?.
 2. Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru punya tugas sosial. Menurut Langeveld, 1955 ” Guru adalah seorang penceramah jaman”. Lebih seram lagi tulisan Ir, Soekamo tentang ” Guru dalam Masa Pembangunan”. Dia menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembagunan. Tugas guru adalah mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu tugas guru adalah tugas pelayanan manusia [gogos Humaniora).
3. Tugas Profesional
Sebagai suatu profesi, guru melaksanakan peran profesi [profesional role]. Sebagai peran profesi, guru memiliki kualifikasi profesional, seperti yang telah dikernukakan, kualifikasi profesional itu antara lain ;menguasai pengetahuan yang diharapkan sehingga ia dapat memberi sejumlah pengetahuan kepada siswa dengan hasil yang baik.

Role of Teacher
Pandangan modern terhadap peran guru dalam pendidikan bukan hanya mendidik dan mengajar saja, tetapi peran guru sangatlah luas (seperti yang diungkapkan oleh Adams dan Dickey yang meliputi;
1.       As Instructor
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalarn sekolah (kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar murid memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan. Selain itu ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang diberikannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu maka guru perlu memahami sedalam-dalamnya pengetahuan yang akan menjadi tanggung jawabnya dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar.
 2.       As Consellor
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Murid-murid membutuhkan bantuan guru dalarn hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial dan interpersonal. Karena itu setiap guru perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik mengurnpulkan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian dan psikologi belajar. Harus dipahami bahwa pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru. Karena murid menghadapi masalah di mana guru tak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru meminta bantuan kepada ahli bimbingan untuk memberikan bimbingan kepada anak.
 3.      As Leader
Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, di mana murid adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis. Dengan kegiatan manajemen ini guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang serasi, menyenangkan, dan merangsang dorongan belajar para anggota kelas. Tentu saja peranan sebagai pemimpin menuntut kualifikasi tertentu, antara lain kesanggupan menyelenggarakan kepemimpinan, seperti: merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi kegiatan, mengontrol, dan menilai sejauh mana rencana telah terlaksana. Selain dari itu, guru harus punyai jiwa kepemimpinan yang baik, seperti: hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketenagaan, ketabahan, humor, tegas, dan bijaksana. Umumnya kepemimpinan secara demokratis lebih baik daripada bentuk kepemimpinan lainnya: otokrasi dan laizzes faire.
 4.      As Scientist
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuah yang telah dimilikinya. Dalam abad ini, di mana pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Banyak cara yang dapat ditakukan, misalnya: belajar sendiri, mengadakan penelitian, menglkuti kursus, mengarang buku, dan membuat tulisan-tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik.
 5.      As Person
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, o1eh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat- sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Karena itu guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri (intern) dan mengembangkan sifat -sifat pribadi yang disenangi oleh pihak luar (ekstern). Tegasnya bahwa setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai warga negara masyarakat.
 6.      As Communicator
Sekolah berdiri di antara dua sisi, yakni di satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus-menerus berkembang dengan pesat, dan di lain pihak ia bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Di antara kedua sisi inilah sekolah memegang peranannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai pelaksana. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menghubungkan sekolah dan masyarakat, antara lain dengan public relation, bulletin, pameran, pertemuan-pertemuan berkala, kunjungan ke masyarakat, dan sebagainya. Karena itu keterampilan guru dalam tugas-tugas ini senantiasa perlu dikembangkan.
 7.      As Modernisator
Pembaruan di dalam masyarakat terjadi berkat masuknya pengaruh pengaruh dari ilmu dan teknologi modern, yang datang dari negara-negara yang sudah berkembang. Masuknya pengaruh-pengaruh itu, ada yang secara langsung ke dalam masyarakat dan ada yang melalui lembaga pendidikan (sekolah). Guru memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaruan di kalangan murid. Karena sekolah dalam hal ini bertindak sebagai agent-moderniza-tion maka guru harus senantiasa mengikuti usaha-usaha pedsdssaaambaruan di segala bidang dan menyampaikan kepada masyarakat dalam batas-batas kemampuan dan aspirasi masyarakat itu. Hubungan dua arah harus diciptakan oleh guru sedemikian rupa, sehingga usaha pembaruan yang disodorkan kepada masyarakat dapat diterima secara tepat dan dilaksanakan oleh masyarakat secara baik.
 8.      As Constructor
Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan turut melakukan kegiatan-keglatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat. Guru baik sebagai pribadi maupun sebagai guru profesional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat, seperti: kegiatan keluarga berencana, bimas, koperasi, pembangunanjalan-jalan dan sebagainya. Partisipasinya di dalam masyarakat akan turut mendorong masyarakat lebih bergairah untuk membangun. Di pihak lain akan lebih mengembangkan kualifikasinya sebagai guru.
Daftar Pustaka

Dida, Vidya. (2010). “Kode Etik Profesi Keguruan ( Profesi Kependidikan )”. Tersedia di http://fidanurlaeli.wordpress.com/category/dunia-biologi/pendidikan/  [24 mqret 2012]
Imey.  (2011). “Makalah Estetika Pendidikan”. Tersedia di http://imeyshare.blogspot.com/2011/07/makalah-estetika-pendidikan.html. [24  maret 2012]
Muhammad, Amril. (2008). “Pengertian Profesi”. Tersedia di  http://www.amrilmpunj.blogspot.com/2008/09/pengertian-profesi.html. [24 maret 2012]
Ndha. (2011). “Nilai Etika dan Estetika dalam Pendidikan”. Tersedia di http://tentangndha.blogspot.com/2011/11/nilai-etika-dan-estetika-dalam.html. [24 maret 2011]
Prisanto, Puput. (2011). “Profesi Kependidikan”. Tersedia di http://blog.um.ac.id/berbagiilmu/2011/12/14/profesi-kependidikan/. [24 maret 2012].

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar